*Teresa Afela (siswi kelas XII IPA SMAN 3 Macang Pacar)
Bintang yang jatuh tak akan sekali kembali, namun kali ini bintang kembali bersinar dan jatuh di antara seluk beluk hati.
Sarah adalah gadis yang sangat monoton tak selalu berbaur dengan orang-orang di sekitarnya.
Hanya orang tertentu saja yang bisa berbaur dengannya.
Temannya hanya pena dan kertas, lalu senja dan kopi sebagai inspirasinya.
Baginya senja adalah sesuatu yang hadir sesaat namun dapat membawanya di dunia hayalan. Sedangkan kopi adalah sebagai pengendara baginya menuju dunia hayalannya itu.
Suatu ketika Sarah pergi ke sebuah bukit untuk melepas lelah di atas puncak bukit tersebut.
“Huuhhhh” teriaknya. Seketika itu juga ia mendengarkan suara seakan-akan membalas teriakannya.
Ia pun penasaran lalu cepat-cepat berlari beranjak dari bukit itu.
Tiba-tiba ia berpapasan dengan seorang kakek, lantas ia pun bertanya “kek siapakah yang berteriak dari bawah bukit tadi?” tanyanya. “Ohh itu si Elo” sahut kakek itu dan langsung berlalu.
Tanpa berlama-lama lagi Sarah pun melanjutkan perjalanannya sambil menyebut “Elo,,, Elo,,”.
Hingga bertahun-tahun lamanya ia menunggu sosok itu hadir dalam hidupnya. Sejak itu, semua bukunya telah dipenuhi dengan nama itu.
***
Hingga kini Sarah beranjak SMA. Ia pun akhirnya berjumpa dengan sosok yang bernama Elho.
Ketika Elo berjalan menuju pintu gerbang sekolah, tiba-tiba ia menyapa “heii,,” sambil berjalan.
Sarah yang dengan kecentilannya, sejenak kaget ketika mendengarkan sapaan itu.
Entah kenapa, seketika itu lamunannya kembali mengingatkan kejadian tempo dulu di atas bukit. Lalu seketika ia kembali ke suasana yang terjadi lalu membatin “kok suarannya sama seperti suara dia yang di bukit itu? Hahhh udalah” sambil menunjukkan roman cuek dan berlalu.
Hari berganti hari rutinitas persekolahan pun mulai terlaksana. Sarah memilih jurusan Ipa sedangkan Elo sang misterius itu ternyata memilih jurusan Bahasa.
Suatu ketika, saat Elo berjalan menuju ruangan kelasnya dan berjumpa dengan Kian sahabat karibnya. Yang mana Kian juga merupakan sahabat terdekat Sarah juga.
Elo dan Kian tak ayal selalu bersama dan berbagi cerita, canda dan tawa satu sama lain.
Di Suatu kesempatan, saat lonceng istrahat berbunyi, Kian mengajak Elo untuk mampir ke kelas IPA
“El, main ke kelas IPA yuk?” Ajaknya. “Buat?” Tanya Elo. “Ikut ajah nanti aku ngenalin kamu dengan sahabat aku” ujar Kian.
“Ok. baik. Yuk kita jalan sekarang keburu lonceng” sahut Elo tanda setuju.
Mereka pun berjalan menuju ruangan kelas IPA dan ternyata sahabat yang dimaksudkan oleh Kian tadi adalah Sarah.
“Good morrning Sar” sapa Kian ke arah Sarah yang dari tadi tampak mesra dengan sebuah buku puisi di tangannya.
“Morning too Kian” sambut Sarah dengan ekspresi kaget ketika melihat Kian bersama dengan sosok misterius yang sempat meremukkan ruang penasarannya dulu.
“Sar ini teman gue namanya Elo” seru kian. “Elooo?” Sarah yang menjawab merasa kaget dengan raut muka yang memerah “iya Elo! Kanapa Sar kok mukanya merah gitu?” Tanya kian “ohhh tidak kok, emang biasa begini”, sahut Sarah menutupi rasa malunya.
sejak pagi itu mereka pun sah menjadi tiga sahabat.
Mereka saling mengukir cerita dan kisah-kisah layaknya remaja SMA yang penuh dengan impian yang bertaburkan bintang-bintang.
Namun di balik kebersamaan yang sangat akrab itu, mereka pun akhirnya mulai untuk saling menghadirkan perasaan yang melampaui dari sekedar sahabat, khususnya antara Sarah dan Elo.
Sarah yang selalu terhantui oleh suara di bukit itu pun, kini mulai menaruh kembali harapan untuk dapat memilikinya serentak merayu hati Elo untuk menjadi kekasih hatinya.
Namun perasaan itu terpaksa dipendam tersebab jalinan persahabatan di antara mereka yang sudah lama terukir indah.
Rasa yang demikian lebat itu rupanya mudah sekali untuk dibaca oleh Kian yang juga sebagai sahabat karib mereka. Ia rupanya mulai menaruh rasa curiga dengan Elo yang mulai memperlakukan Sarah lebih dari sekedar sahabat biasa.
***
Pagi-pagi Elo berjalan menuju ruangan kelas dengan raut wajah yang gelisah membuat Kian penasaran dengannya “Elo kamu kenapa?” Tanya Kian. “nggak gue baik-baik saja” jawabnya.
“Udalah elho kamu tak boleh bohong dengan diri kamu”.
“maksud kamu?” Sergah Elo.
“Bro raut wajahmu itu sangat jelas menceritakan isi hatimu,
gue kan sahabat kamu jadi gue tau apa yang terjadi dengan kamu” ujar kian.
“Emang wajahku menceritakan apa?” Tanya Elo penasaran.
“sajak cinta kepada Sarah” Jawab kian sambil menari-nari.
Elo pun tersenyum sambil berjalan menuju kursi duduknya.
***
Lonceng istrahat pun berbunyi.
Diam-diam Elo membuka ponselnya lalu mendapati FB Sarah yang tampak sedang aktif. Tanpa berlama-lama, ia pun mulai mengirim pesan pertama ke Sarah.
Elho: Selamat pagi Sar.
Tanpa menunggu lama, massengernya kembali bergetar,
Sarah: pagi juga El kok tumben ngecet.
Elo: Hmmm,,hehehehe, maaf jika keganggu). (Balas Elo dengan penuh malu. Sementara batinnya terus bergejolak untuk memuntahkan rasa yang dimilikinya kepada Sarah, gadis yang diimpikannya itu)
Sarah: hmm,,enggak kok.
Elo: hmm,,,Jadi gini Sar aku tidak bisa bohong dengan perasaanku kalau aku sebenarnya telah lama menggoreskan sajak cinta untukmu…
(Ketika membaca itu Sarah kaget seketika hingga jarinya serasa kaku untuk membalasnya. Satu hal yang masih mengganjal dipikirannya ialah soal persahabatan yang mereka ukir selama ini).
Elo pun, ketika pesannya itu lama nggak dibalas oleh Sarah membuatnya mulai tak tenang.
Elo: “maaf Sara jika aku lancang ngomong denganmu namun aku tak memaksamu utk menjawab karena aku paham dengan yg terjadi.
Sarah pun langsung membaca pesan tersebut lalu seketika air matanya mengalir deras. Hatinya pun bergejolak;
kau yang telah lama aku dambakan kini hadir seakan menyiramkan sajak cinta yang telah lama kutanamkan untukmu.
Entah kenapa yang muncul dalam bayangannya kini adalah Kian sahabat nya. Ia tidak mau persahabatan mereka hancur gara-gara asmara di antara dia dengan Elo.
Hingga lonceng masuk kelas pun berdentang. Tanpa sengaja ponsel Elo di letakkan di atas meja belajar Kian.
Kian pun yang saat itu seakan-akan tidak memiliki pekerjaan lain, langsung membacakan semua isi pesan mereka dua dengan senyam-senyum.
Melihat tingkah sahabatnya itu, Elo langsung meraih paksa ponselnya dari tangan Kian. “kian kamu….”
Belum lanjut mau omong apa, Kian langsung memotongnya,
“iyaa aku baca isi pesannya. Tapi saya heran, kamu itu kenapa sihh nggak pernah memilih….”
Elo langsung memotong perkataan Kian karena takut kalau saja hal buruk terjadi.
“aku nggak bermaksud memilih cinta dari pada persahabatan kita tapii…”
“udahh elho makanya jangan potong dulu maksud aku memilih cara yang baik. Kamu itu laki-laki masa pake cara begitu????” sahut Kian dengan nada agak ngeledek.
Lalu Elo pun tersenyum mendengar jawabannya
“itu artinya kamu setuju dong jika aku dgn sarah…..”
“iya dong sahabat mana yg membiarkan sahabatnya terlena dgn perasaan sendiri.”
Elho pun tak sabar utk menemui Sarah.
Hingga lonceng pulang pun berdentang.
Mereka bertiga terlihat langsung mengarahkan Langkah pulang menuju gerbang sekolah.
Sarah yang selalu diselimuti rasa takut akan hal yang terjadi membuatnya merasa tidak nyaman lalu.
Tiba-tiba saja Kian merangkul tangan mereka berdua sembari berkata
“Sudahlah, kalian berhak untuk saling mencintai”
“Maksud kamu” tanya Sarah.
Elo pun seketika itu tanpa malu-malu langsung menggengam erat jari tangan Sarah sambil menjelaskan semuanya. Sarah pun tersenyum lega. Mereka berdua telah tenggelam dalam kolam perasaan yang sama yakni saling mencintai.
Sejak saat itu perasan antara Elo dan Sarah terus bergejolak.
Mereka saling mencintai tanpa melupakan Kian sahabat mereka.
Akan tetapi jalinan asmara yang setelah terangkai indah itu suatu ketika dipatahkan oleh sebuah perselisihan di antara keduanya, hingga memaksakan hubungan mereka segera berakhir.
Hubungan itu berakhir dengan linangan air mata.
Kian sahabat mereka mencoba untuk membujuk mereka untuk bisa bersatu lagi namun semuanya sia-sia adanya.
Berakhirnya jalinan asmara antara Elo dan Sarah seolah-olah meneguhkan kembali tali persahabatan di antara mereka seperti sebelumnya.
Bagi mereka berdua mungkin cukup mudah, namun tidak bagi Sarah.
Sarah yang dulunya senang dengan menggoreskan cerita bahagianya bersama Elo kini harus menerima kenyataan sebagai sebuah cerita luka.
Sarah yang dulu menatap Elo penuh dengan sajak cinta kini penuh dengan duri yang menghadirkan seribu air mata sekarang tatapan sarah dan elho terasa berbeda.
Sarah yang selalu menyanggah perasaannya untuk Elo kini mulai menghindar dan mencoba mengukir kembali bahagianya bersama orang baru, sekalipun masih sangat susah untuk berpaling dari Elo.
Tak terasa sudah 3 tahun mereka telah menjalani hari-hari perasaan tanpa kepastian.
Orang baru yang kini mencoba untuk hadir dalam hati mereka ternyata tak mampu mengembalikan momen indah yang pernah mereka jalani.
Begitu teramat sulit yang mereka rasakan hingga mereka merasa kalau saja kenangan saat masa SMA nanti tak seindah yang dikisahkan. Antara Elo dan Sarah kini seakan-akan dianiaya oleh suatu dilema besar. Apalagi tentang waktu keberadaan mereka sebagai putih abu-abu tinggal beberapa saat lagi akan berakhir.
Sarah yang semula bergejolak dengan pria yang bernama Elo sejak peristiwa di bukit itu, masih merasakan kalau saja Elo masih sebagai kekasihnya, sekalipun dalam kenyataannya bertolak belakang.
Ia pun hanya bisa menumpahkan semua perasaan hatinya kini lewat sebuah sajak.
DUA INSAN
Dua insan yang saling melepaskan bagaikan anak ayam dan cangkangnya tak sekalipun ia harus menengok.
Kian matahari merangkak berharap dapat melupakan semua kisah bersamamu.
Kisah yang pernah kita rasa, dan kisah yang telah kita lalui bersama.
Entah mengapa saat itu dua insan saling melepaskan bagaikan laut dan daratan.
Saling pergi tanpa sesuatu alasan yang jelas bahkan tak saling menatap,dan tak saling memberi senyuman lagi.
Namun mengapa perasaan itu selalu menghantui kita….
Begitu banyak orang-orang yang kita kenali namun semuanya itu jauh berbeda dgn kisah kita berdua…
Raut wajahmu selalu mengoda pikiranku hingga akhirnya kita tak mampu saling melepas karena perasaan yg melekat dlm hati kedua insan hinggga kita kembali menggores cerita lagi…..
Mengapa dunia harus menyatukan kita kembali?
Salahkah kita bila merasakan perasaan yg sama?
Dan akankah kita selalu bersama serta melukiskan berbagai kisah?
Berharap dirimu tak seperti bintang yg sekali jatuh tak akan pernah kembali….
Karena bagiku engkau adalah rumah dimana pun pikiranku berlabuh aku pasti akan kembali memikirkan sosokmu.)*
Tinggalkan Komentar