Aku melangkahkan kaki menuju ruangan kelas, tiba-tiba saja Alvian mengiringi langkah kakiku dengan gelak tawa. Aku pun bingung dengan tingkahnya itu, tak seperti biasanya. Namun kali ini raut wajahnya terlihat sangat gembira, membuat aku penasaran akan hal yang dialaminya. |
Akupun bertanya: ada hal yang menarikkah? Namun Alvian sekilas berhenti dan melemparkan senyuman sembari menyahut; “aku ingin bercerita denganmu namun aku bingung untuk memualinya”. Namun karena aku merupakan salah satu sosok gadis yang tak pernah menaruh penasaran yang tinggi dengan hal yang terjadi, aku pun lebih memilih berdiam dikursi dudukku sambil memandangi halaman buku yang bertelanjang sejak tadi.
Beberapa menit kemudian Alvian bertanya lagi “Tesa tidakkah kau bertanya akan hal yang aku alami hari ini? akupun menjawab “tidak, tetapi jika kau ingin bercerita silahkan saja”. Mendengar jawaban tersebut Alvian pun terdiam dengan muka merengut.
Sekedar untuk mengacuhkannya sebentar, aku pun pura-pura beranjak sebentar untuk memungut sampah yang ada di depan ruangan kelas setelah itu aku kembali ke kursiku dan berharap Alvian tidak meneruskan niatnya untuk bercerita denganku. Bukannya berhenti, ia malah tak sabaran dan memulai perbincangan “Tesa, kau tau, kalau aku hari ini sangat senang sekali, karena Tuhan telah menjawab semua doaku”, aku pun merespon datar “ohhh…”. Alvian pun nampaknya sudah mulai kesal atas tingkahku dan menyahut: “sesingkat itukah kau merespon pembicaraanku????. Nampkanya ia sudah kesal sekali. Namun aku menanggapinya dengan tenang sambil menghelakan nafas ringan.
***
Suasana kelas kembali ramai. Aku menyisihkan waktu untuk berimajinasi dan merangkai sebuah puisi, meskipun sangatlah singkat, namun isinya ternyata mampu menarik perhatian Alvian. Dia langsung mengambilnya dari atas mejaku lalu melahap isinya. Dengan wajah yang senyum, ia mulai terenyuh oleh diksi-diksi yang aku rangkai dalam puisi tersebut.
Tergambar dari raut mukanya, rupanya ia sedang jatuh cinta dengan seseorang. Ternyata hal itulah yang hendak ia mau ceritakan kepadaku. Namun yang masih misteri adalah kira-kira siapakah sosok yang berhasil memabukkan hatinya itu? Kali ini aku mengubah tingkahku untuk bersedia mendengarkan semua apa yang sebenarnya mau ia ungkapkan.
Bahwa ternyata ia telah menemukan sosok yang dia impikan selama ini. yang sangat mengerti dengan dirinya terutama saat ia sedih dan mengalami kekurangan. Kali ini dia bercerita dengan penuh semangat. Dan tak karuannya menyemburkan senyumnya yang manis. Mendengar Alvian bercerita aku hanya menunduk sambil menggelengkan kepala serta mengumbarkan senyum yang tipis.
Lalu ia coba mengalihkan certitanya dan membiarkan gigliranku untuk bercerita: “Tesa,, kapan kau mau berbagi kisah denganku?”, tanyanya untuk membiarkanku berkisah. Sejenak aku terdiam sambil mencari-cari jawaban yang tepat. “ahh,,,tunggu saja kalau aku menemukan hal yang sangat bahagia sepertimu hari ini”. Lalu ia meresponku dengan sebuah pertanyaan yang mematikan akalku untuk mencari-cari jawaban yang tepat, “Tesa, kapan kau mengenal cinta?”. Seketika itu aku hanya terdiam dan hati kecilku berbisik “haruskah aku merasakan seperti yang kau alami hari ini?” lalu tiba-tiba saja dia menggagetkanku “heii…sungguh tidak adil dong, dari tadi kau hanya mendengarkan kisahku sampai mulutku berbusa-busa”, rupanya, Ia kembali ke jati dirinya yang suka maksa-maksa orang.
Demi memuaskan hatinya, dan dengan sedikit terpaksa, aku berusaha menjawab “aku tak pernah mengenal atas apa yang kau tanyakan tadi”.
Lalu Alvian berkata; “cobalah sejenak kau menutup mata lalu membayangkan siapa yang selalu hadir ketika kamu sedih dan yang selalu memberimu hiburan dengan senyuman. Akupun mencoba mengikuti trik tersebut, namun tak satu pun yang aku dapat. Lalu ia kembali menyahut; ”ahhh…sudahlah jika kau memang masih tak bisa menemukannya!!!”. Aku pun kembali bingung sendiri dengan sikapnya. Tak seperti biasanya ia membentak serta memaksa aku untuk harus bisa menjawab pertanyaannya.
***
Lonceng sekolah pun berbunyi mengisyaratkan untuk pulang sekolah. Akupun segera bangkit dari kursi dudukku. Aku melirik ke Alvian, ia terlihat sudah tak bersemangat seperti biasanya ia hanya berdiri dari kursinya dan kali ini ia menghindar dariku.
Akupun terus bergegas hingga sesampai di rumah, pikiranku selalu terganggu oleh perkataan Alvian. Juga senyuman manisnya kembali menyelinap dalam pikiranku. Aku pun bingung dengan segala yang terjadi. Sejak itu, bayangan Alvian selalu menghantui ruang-ruang kosong dalam pikiranku. Membuat aku semakin bimbang dibuatnya. Bagaikan sungai yang terus mengalir namun seketika tersumbat oleh sampah pikiranku sendiri. Pikiranku melayang-layang bagaikan udara yang tak tentu arah dan tak ada ujungnya.
Hingga di ranjang tidurku, aku mencoba menutup mata berusaha untuk menemukan paras Alvian. Ingin rasanya aku untuk berjumpa dengannya.
Begitu banyak pertannyaan yang aku berontakkan terus dalam benak “apakah ini adalah sebuah perasaan?”
…Ahhhh tidak ini hanya sekedar pikiran saja…..
***
Keesokan harinya seperti biasa aku langsung bergegas ke sekolah. Hingga di dalam kelas, aku melihat Alvian tak juga muncul, tidak seperti biasanya. “Alvian kok datangnya telat”, sambil menatap kursi duduk Alvian yang tampak sepi.
Lalu tak lama berselang, aku mendengar sebuah suara ternyata itu suara Alvian sedang membacakan bait puisi yang aku rangkai kemarin. Sembari menatap raut mukanya dengan alis tebal yang menghiasi pesona wajahnya, tak disadari aku pun mulai tersenyum.
“Alvian bisakah aku bertanya sesuatu” tanyaku pelan, “ wahhh,,, sangat bisa dan bisa sekali” jawabnya
“siapakah gadis yang kau ceritakan kemarin?” bukanya langsung menjawab saja, melainkan ia kembali melemparkan pertanyaan yang sama seperti kemarin, “apakah kau telah mengenal cinta???” setelah hening sejenak, ia pun langsung berterus terang bahwaternyata sosok yang dia maksudkan itu adalah,,,,,adalahhh,,,(oh Tuhan, ternyata selama ini ia menyembunyikan rasa dengan diriku), dengan tingkah sedikit malu aku pun tersenyum dan berusaha untuk duduk dengan melemparkan wajah ke samping, untuk menghindar dari Alvian sejenak karena merasa sungguh tidak menyangka atas kenyataan yang sedang terjadi itu.*
)* Teresa Avela, kelas XII IPA, pengagum senja dan kopi
Tinggalkan Komentar